Desentralisasi Fiskal Masih Mengkoyak Sula Selama 20 Tahun
L
Link Satu
-
Dec, 12 2024
Rifaldi Ciusnoyo, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kendari. Foto: Istimewa.

OPINI – Masalah umum yang biasa muncul dari pelaksanaan desentralisasi otonomi daerah terutama menyangkut dilema antara stabilitas pendanaan fiskal dari pusat ke daerah. Dilema dalam pelaksanaan desentralisasi otonomi daerah terjadi terutama yang berkaitan dengan permintaan pelayanan publik dasar. Meskipun tetap bisa dilaksanakan dan ditingkatkan kualitasnya, namun pada prakteknya cukup sulit untuk dipenuhi. Hal ini lebih disebabkan bahwa pelaksanaan desentralisasi otonomi daerah bermakna bertambahnya beban kewajiban pemerintah daerah.

Bertambahnya beban kewajiban pemerintah daerah pada desentralisasi otonomi daerah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara yang berjalan selama 20 tahun, merubah penyelenggara kebijakan kinerja pemerintah Kab. Kep. Sula yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal sesuai Peraturan Presiden No. 63 tahun 2020 dan juga tergolong daerah dengan kemiskinan ekstrem.

Kabupaten Kepulauan Sula Dalam Angka 2023, pada 2019 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,15 persen, dihantam pedemi Covid-19 sehingga pada 2020 pertumbuhan ekonomi menurun 0,10 persen. Pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi naik perlahan 1,29 persen, pada tahun 2022 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan 3,50 persen. Angka pertumbuhan ekonomi ini, dari Pendapatan Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan. Sumber; BPS Sula.

Berdasarkan sumber terpecaya, pada 2021 Pemda dan DPRD Sula merancang APBD-P 2021 sebesar Rp 811, 21 miliar. Dalam rancangan anggaran tersebut terdapat rincian Belanja Operasional (BO) sebesar Rp 523,75 miliar, Belanja Modal (BM) sebesar Rp 123,53 miliar dan Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 53,99 miliar. Pemda dan DPRD Sula, juga mengaggarkan penangan pendemi Covid-19 melalui APBD-P 2021 sebesar Rp 57,70 miliar, lebih besar dari anggaran sebelumnya sebesar Rp46 miliar. Terjadi penambahan nilai anggaran sebesar Rp 29,7 miliar. Ini khusus pencegahan dan penanganan pendemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi daerah sesuai PMK Nomor 17/PMK.07/2021. Item-item kegiatan penanganan dan pemulihan pendemi Covid-19 sebesar Rp 35,99 miliar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), anggaran dukungan pemulihan ekonomi daerah sebesar Rp 15,56 miliar, dan perlindungan sosial sebesar Rp 1,20 miliar.

Artinya, nilai anggaran dari APBD induk sebesar Rp 838,19 miliar ke Perubahan APBD tahun 2021 turun sebesar Rp 26,98 miliar atau turun 3,22 persen, dan nilai anggaran pananganan pendemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi daerah naik sebesar Rp 110,45 miliar. Berdasarkan laporan halaman resmi kepusulakab.go.id (tahun 2023) “Arah Kebijakan pembangunan Kabupaten Kepulauan Sula ke depan masih diperhadapkan dengan keterbatasan pendanaan pembangunan, maka pemerintah berfokus pada upaya penanganan pemulihan ekonomi, masalah kesehatan dan perlindungan sosial. Hal ini sangat berdampak pada target capaian yang disiapkan dalam dokumen perencanaan lima tahun dan tahap pelaksanaan melalui rencana tahunan.”

Bila hingga kini, Pemda masih berfokus pada upaya penangan pemulihan ekonomi, masalah kesehatan dan perlindungan sosial, maka cukup terbukti Pemda belum berhasil memanajemenkontrol penggunaan anggaran Perubahan APBD tahun 2021.

Pada November 2022; Pemda dan DPRD Sula gelar paripurna Pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2023 ditargetkan Rp 855,56 miliar. Jumlah ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 27,70 miliar, Pendapatan Transfer (PT) ditargetkan Rp 806,68 miliar, Belanja Daerah (BD) ditargetkan Rp 885,56 miliar, yang terdiri dari Belanja Operasional (BO) Rp 571,89 miliar, Belanja Modal (BM) Rp 208,56 miliar, Belanja Tak Terduga (BTT) Rp 1,5 miliar, dan Belanja Transfer (BT) Rp 103,69 miliar. Sumber; media terpercaya.

Hal ini merupakan wujud dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pemerintah daerah tentang pengelolaan teknis keuangan daerah, serta Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2023. Namun, besaran anggaran yang ditargetkan, terbaca dari sisi pendapatan daerah masih tergantung pada pendapatan transfer pemerintah pusat. Menurut Sir Paul Collier “Pembangunan ekonomi tanpa diikuti dengan pengembangan penguatan pranata kelembagaan politik itu akan menghadapi hambatan yang serius di masa-masa yang akan datang.” Untuk pembangunan ekonomi itu dibutuhkan secepatnya bentuk Raperda pengelolaan keuangan daerah.

Raperda Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pentingnya perda ini, karena perda ini akan menjadi perda induk dalam pembangunan daerah kepulauan sula yang menyambungkan benang merah proses pembangunan pulau sulabesi dan pulau mangoli, tentu dengan kajian secara komprehensif, adil dan merata. Sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran penting dimuat dalam perda ini, dengan mengakomodir dari berbagai perda-perda lain terkait dengan anggaran. Perda ini bisa menjadi landasan pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah. Sebab, pasca pemekaran pulau Taliabu sebagai daerah otonomi baru. Terakhir, Perda Pengelolaan Keungan Daerah tahun 2008. Tapi, hingga kini kabupeten kepuluan sula belum lagi mengantongi Perda Pengelolaan Keuangan Daerah yang baru dan sah.

Gagasan Membangun Daerah ke Depan.

Jika Sir Paul Collier lebih pada “pengembangan penguatan pranata kelembagaan politik.” Maka menurut (Dwidjowijoto, 2003) dalam Reinventing Pembangunan mengemukakan bahwa “paradigma pembangunan harus berubah dari paradigma politik ke paradigma manajemen. Pembangunan hingga hari ini lebih banyak dipahami sebagai sebuah momen politis dan historis daripada momen manajemen. Karena pembangunan dipahami sebagai sebuah “isme-isme” daripada sebuah proses manajerial yang melibatkan optimalisasi pemanfatan aset-aset atau sumber daya yang tersedia. Perbedaan pokok antara paradigma politik dan paradigma manajemen terletak pada roh masingmasing. Dalam praktik, pembangunan dalam paradigma politik bermakna seperti yang kita lihat saat ini “ganti penguasa ganti peraturan”, karena peraturan sebagai bukti kekuasaan dan kekuasaan merupakan inti dari politik. Manajemen dalam bentuk paradigma melihat segala sesuatunya sebagai upaya untuk mengoptimalkan setiap aset yang ada, termasuk aset yang diberikan oleh manajemen sebelumnya. Jadi, roh manajemen adalah kontinuitas (kesinambungan, kelangsungan, kelanjutan, keadaan kontinu).”

Menurut saya, gagasan tentang sumber pendanaan pembangunan daerah di masa depan. Kemampuan manajemen yang harus dimiliki kepala daerah setelah transfer dana pemerintah pusat makin berkurang. Pertama, harus mampu menggali kebutuhan pembangunan daerahnya. Kedua, harus mampu menggali sumber-sumber pendanaan (APBD, APBN, dan kemitraan). Ketiga, harus mampu menggali pembiayaan dari pihak ketiga, khususnya investor. Selain perkuat pranata kelembagaan politik berjenjang.

Untuk mewujudkan empat kemampuan itu harus ada dukungan aparatur yang bersih dan profesional. Jika perlu, harus ada sanksi sesuai perundang-undangan tanpa pandang bulu, terkhusus pada kasus-kasus korupsi yang memperlambat pembangunan ekonomi Sula. Istilah “fiskal” berakar dari kata “fiscus” yang merupakan nama orang yang memegang kekuasaan atas keuangan pada zaman Romawi kuno.

Refleksi kritis jelang HUT ke-20 Sula, ini setidaknya menjadi pelecut untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang menghadirkan kesejahteraan bagi warga. Selamat ulang tahun Dad Hia Ted Sua!

Oleh: Faldi Ciu (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Muhammadiyah Kendari).

© 2023 Linksatu | All rights reserverd.